PUASA AROFAH DI PERSIMPANGAN JALAN
PUASA AROFAH DI PERSIMPANGAN JALAN
Oleh : Al Ustadz Abu Ghozie As Sundawie
Dalam mensikapi Puasa arofah tahun ini (Dzulhujjah 1443 H), manusia terbagi kpada 4 golongan :
1-Ada yang mengikuti penetapan hasil ru’yah negara saudi, dengan alasan puasa arafah itu berkaitan dg peristiwa wukuf di Arofah, sehingga mereka berpuasa hari JUMAT dan idul adha nya hari SABTU
2-Ada yang mengikuti hasil penetapan ru’yah hilal pemerintah , sehingga mereka berpuasa hari SABTU dan iedul Adhanya hari AHAD
3-Ada yang mengambil jalan tengah dan sebagai bentuk kehati hatian, sehingga mereka puasanya dua hari yaitu hari JUMAT dan hari SABTU, sementara iedul adhanya tetap ikut pemerintah, yaitu hari AHAD
4-Ada juga yang megambil jalan tengah juga yaitu puasa arafahnya ikut penetapan ru’yah hilal negeri saudi, namun iedul adhanya ikut penetapan ru’yah hilal pemerintah, sehingga mereka berpuasa arafah hari JUMAT dan iedul adhanya hari AHAD
Dalam hal ini, terlepas di kelompok dan bagian mana anda berpendapat, hendaklah lapang dada, karena masalah ini adalah masalah khilafiyah ijtihadiyah yg mu’tabar, tidak boleh saling menyesatkan, walaupun tetap kita pilih pendapat yang rojih secara ilmiyyah, lagipula tidak berpuasa arofahpun tidak berdosa karena puasa arofah sepakat para ulama hukumnya sunnah, hanya saja jika tidak puasa pastinya rugi kehilangan pahala dan keutamaan,,
Kami sendiri lebih memilih pendapat yang nomor 2 (dua), karena :
1-Setiap negeri punya mathla’ hilal masing masing, maka bisa jadi antara negara Saudi Arabia dan indonesia kadang terjadi perbedaan ru’yah hilal, bahkan jika mendungpun misalnya sehingga tidak tampak hilal, maka hal ini dianggap tidak adanya hilal dan wajib menggenapkan bulan sebelumnya menjadi 30 hari.
2-Ibadah ijtima’iyyah (bersama) semisal puasa, lebaran, dan berkurban itu penetapan waktunya nya haruslah penguasa dan bukan kelompok apalagi perorangan.
3-Puasa hari arofah tidaklah harus identik dengan bertepatannya dengan peristiwa wukuf di arofah , karena yang di maksud oleh hadits puasa hari arofah adalah sekedar menunjukan hari yang ke-9 bulan Dzulhijjah, sebagaimana hari ke-8 dzulhijjah dinamakan hari tarwiyah, hari ke-10 dinamakan hari nahar, hari ke-11 sampai 13 dzulhijjah dinamakan hari tasyriq, hal ini sebagaimana kebiasaan orang arab menamakan sesuatu waktu kepada peristiwanya
4-Rasulullah ﷺ bersabda tentang penentuan awal ramadan:
إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
“Jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Jika kalian melihatnya lagi, maka berhari rayalah. Jika hilal tertutup, maka genapkanlah (bulan Sya’ban menjadi 30 hari).” ( HR. Bukhari no. 1906 dan Muslim no. 1080).
Karena munculnya hilal dinegara- negara itu berbeda- beda waktunya, maka masing negara merujuk hasil rukyah masing- masing yang berbeda dan itulah perintah Nab ﷺ
5-Sudah terjadi sejak zaman para sahabat perbedaan awal bulan karena perbedaan waktu terlihatnya hilal, sebagai bukti, dahulu Ummu Fadhl menyuruh Kuraib menemui Muawiyah di negeri Syam, untuk menyelesaikan urusan. Setelah selesai urusan Kuraib melihat hilal ramadan malam jumat di negeri Syam, Kemudian setibanya di Madinah, Ibnu Abbas -radhiyallahu anhuma- bertanya kepada Kuraib “Kapan kamu melihat hilal?”. Kuraib menjawab, “malam Jumat.” “Kamu melihatnya sendiri?”, tanya Ibnu Abbas. “Ya, saya melihatnya dan penduduk negeriku melihatnya. Mereka puasa dan Muawiyah pun puasa.” Jawab Kuraib.
Ibnu Abbas menjelaskan,
لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلاَ نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلاَثِينَ أَوْ نَرَاهُ
“Kalau kami melihatnya malam Sabtu. Kami terus berpuasa, hingga kami selesaikan selama 30 hari atau kami melihat hilal Syawal.”
Kuraib bertanya lagi, “Mengapa kalian tidak mengikuti rukyah Muawiyah dan puasanya Muawiyah ldi negeri Syam)?”
Jawab Ibnu Abbas,
لاَ هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
“Tidak, seperti inilah yang diperintahkan oleh Rasulullah ﷺ kepada kami.” (HR. Muslim 1087).
Kisah ini menunjukkan bahwa hilal di negeri kita tidak harus sama dengan hilal Saudi Arabia,
Demikian pula untuk hilal bulan selain ramadan seperti 1dzulhijjah dan lainnya.
6-Sejak dulu dan ini sudah berulang-ulang sekian lama, terjadinya perbedaan tanggal antara satu negara dengan negara yang lain disebabkan perbedaan waktu munculnya hilal, dan dipastikan berita wukuf di Arafah tidak akan sampai ke negeri lain kecuali setelah berhari-hari, atau berpekan-pekan, bahkan berbulan- bulan, karena terkendalanya alat komunikasi yang belum canggih seperti sekarang, dan Allah maha mengetahui kondisi seperti ini, dan ternyata Allah dan Rasul-Nya tidak pernah mengoreksi perbedaan tanggal ini karena memang ini tidak perlu disoal, dan syariat dulu dengan sekarang ini berlaku sama, meskipun sekarang alat komunikasi sudah canggih.
7-Mengikuti hilal lokal, dan kalender negeri masing- masing itu lebih memudahkan kaum muslimin dalam pelaksanaan ibadah mereka , dan lebih menyatukan umat, apalagi Nabi menganjurkan supaya masyarakat berpuasa dengan cara bersamaan, tidak berbeda- beda, beliau ﷺ bersabda;
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ، وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
“Puasa itu dilakukan pada hari ketika masyarakat berpuasa. Berhari raya (Idul Fitri) dilakukan ketika masyarakat berhari raya Idul Fitri, dan hari raya Idul Adha itu dilaksanakan ketika masyarakat berhari raya Idul Adha.” (HR. Tirmidzi no. 697)
8-Sudah dimaklumi bahwa hilal itu bisa berbeda- beda waktu munculnya di negara- negara yang berbeda, jika puasa arafah harus mengikuti waktu wukuf di arafah, maka tidak berlaku hadits berikut;
إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئً
“Jika telah masuk 10 hari pertama dari Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian ingin berkurban, maka janganlah ia memotong rambut kepala dan rambut badannya (diartikan juga: kuku) sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 1977)
Karena larangan yang disebut dalam hadits berlaku jika sudah terlihat hilal Dzulhijjah, maka demikian pula untuk puasa Arafah berpatokan pada hilal lokal yang terlihat dan bukan pada waktu pelaksanaan wukuf.
9-Syaikh Muhammad bin Salih Al ‘Utsaimin –rahimahullah– ketika ditanya tentang puasa arafah tatkala ada perbedaan penetapan hari Arafah disebabkan perbedaan mathla’ (tempat terbit) hilal karena pengaruh perbedaan daerah, apakah puasa arafah mengikuti ru’yah negeri sendiri ataukah mengikuti ru’yah Haramain (dua tanah suci)?”
Syaikh menjawab, yang kesimpulannya; “Permasalahan ini adalah turunan dari perbedaan ulama apakah hilal yang tampak itu berlaku untuk seluruh dunia, ataukah berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah. Maka Pendapat yang benar, hilal itu berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah? Puasa Arafah mengikuti penanggalan atau penglihatan hilal di negeri masing-masing dan tidak harus mengikuti wukuf di Arafah. Begitu pula dalam Idul Adha, sebaiknya mengikuti negeri masing-masing. Kita harus berlapang dada karena para ulama berselisih dalam memberikan jawaban masalah ini, berlapang dada itu baik, namun mengikuti keputusan pemerintah itu lebih baik karena mereka telah menjalankan sunnah Rasul (dalam menentukan masuk awal dan akhir bulan) (Lihat Majmu’ Fatawa Syaikh al-utsaimin 20/47-48) (Tambahan faedah dari guru kami Al Ustadz Muhammad Ali Abu Ibrahim -hafidzahullah-)